top of page
Writer's pictureLPM Fakultas Teknik

Short Story: Pria Jalanan

Jalanan ramai saat itu, debu kendaraan menghempas dimana-mana seperti tak tahu lagi bagaimana menghirup udara sesungguhnya, wajahnya kusam, di bawah pohon itu dia bersemadi katanya dalam hati "Semoga ada keajaiban hari ini". Setelah itu dia pergi menjemput, jika mendapat rezeki.


Pernah suatu kali, dia bertemu kawannnya,

"Masih sanggupkah kamu?"

"Sangkahmu ini buruk? Ah kawan, pernahkah kamu melihat pekerjaan sebaik ini di dunia? Itu anggapanku, melayani itu hal yang paling indah.”

Senyum kawannya itu memberi penyiksaan baginya, senyum itu pedih menggambarkan seorang yang sudah bekerja mapan tapi tak pernah mengingat janjinya di awal."Sangkakhku di sisa hidupmu kamu masih bisa mengingatnya" tukasnya.


Berikutnya lewat aplikasi di handphonenya dia mendapatkan seorang penumpang, tapi waktu sudah lama terlewatkan untuk menunggunya, jemarinya sudah kusam terkena sinar matahari, keringat yang ada di tubuhnya seakan memandikannya.

"Jalanan ramai bu, perlukah kita mencari rute lain tetapi lebih lama dari rute biasanya".

"Biarkan saja, ikut rute biasa, waktu adalah uang, dan itu harus dikejar"

Dalam hatinya sembari mengantarkan ibu itu ke tempat tujuan dengan sepeda motornya ia berkata " Ibu ini haus uang tanpa ingat usianya"


Di perjalanan, banyak kendaraan berdempetan, dalam pikiran para pengemudi hanya ingin sampai pada tempat tujuan, akhirnya jalanan dijadikan sebagai arena balapan, yang celaka, kata mereka resiko dari balapan, pantasan jalanan sepanjang masa dipenuhi tragedi menyakitkan.


Dia sangat fokus pada perjalanan, dia tidak ingin mati hanya karena ditabrak kendaraan lain, dia juga memikirkan keselamatan si ibu. Sesampai di tempat tujuan dan setelah membayar si ibu berkata:

“Dulu suamiku pernah bekerja seperti kamu juga, di pagi hari dia selalu sarapan duluan dan meninggalkan saya bersama 3 orang anak yang sedang asyik bermimpi, pulangnya selalu malam”

Sebelum tidur saya selalu bertanya kepadanya “Apa saja yang dilakukan hari ini pak?” jawabannya selalu sama, “Sepanjang hari di bawah sinar matahari hanya menunggu penumpang yang ingin diantar.”

“Wajarlah itu bu, untuk kami yang bekerja demikian” katanya sambil tertawa sembari memohon pamit kepada ibu itu.



Di bawah pohon rindang, dia kembali membuka aplikasi yang ada di handphonenya sembari berharap ada penumpang lagi, dia juga terus melihat ke sepeda motor kesayangannya, takut

ada tangan-tangan asing yang mengambilnya, di perkotaan ini setiap barang harus dijaga, jika tidak barang yang di luar jangkauan pandangan pemilknya pasti sudah hilang, tangan-tangan itu tak punya rasa malu.


Aplikasi yang ada di handphonenya kini memberitahu ada penumpang lagi, dia langsung bergegas menuju ke motornya dan langsung menuju ke lokasi penjemputan. Kali ini penumpangnya seorang anak muda.

“Aku buru-buru pak, aku harus ke kampus sekarang, kurang 15 menit lagi kelas akan dimulai.”

“Baiklah, tapi ingat jalanan sangat ramai, saya harus mengontrol kecepatan motor juga agar tidak terjadi kecelakaan.”

“Ayolah pak, bagaimanapun caranya saya tidak boleh terlambat!!.”

“Apa yang diinginkan penumpang harus dipenuhi” tukasnya dalam hati. Di sepanjang jalan anak itu terus mengeluh, ketakutannya tidak bisa mengikuti pelajaran menghantuinya, pandangannya terus ke depan berharap sudah sampai di kampus. Dia hanya bisa berpasrah pada lalu lintas jalan, semoga ada keajaiban, jalanan tiba-tiba sepih. Setibanya di depan kampus setelah membayar anak itu langsung berlari menuju ke kelas. “Anak itu telat karena salahnya sendiri” tukasnya sembari meninggalkan area kampus.


Sepanjang jalan dia hanya mengamati berbagai gedung pencakar langit, matanya berbinar-binar, setiap pekerja selalu masuk dan keluar dari gedung itu, kadang dia selalu berkhayal ingin menjadi seperti mereka, “Mustahil, mereka selalu dipenuhi kebohongan” tukasnya. Khayalan itu seringkali menyakitkannya apalagi ketika dia mengingat janji-janji busuk itu.

Senja mulai menyapa, dia bergegas menuju ke rumah, dia ingat keluarga kecilnya, berkumpul bersama mereka sudah bisa menghiburnya sekaligus bisa melupakan berbagai pengalaman pahit yang dialaminya. Sesampainya di rumah dalam hati dia berkata “Apa yang akan aku ceritakan dan berikan malam ini” tukasnya sembari meletakkan jaketnya yang berwarna hijau bercampur hitam dan helm hijaunya di depan teras rumah.

 

Oleh : Rio Ossot

10 views0 comments

Recent Posts

See All

Commenti


bottom of page